Cara pengasuhan dan pendampingan Anak yang trauma sangat membutuhkan kesabaran,tindakan cepat, tepat dan logis. Kenapa logis karena terkadang kita sebagai keluarga akan terbawa emosi dan perasaan. Sebagai orangtua yang memiliki anak dengan trauma, maka perlulah membawa anaknya ke psikolog sehingga kita akan mendapatkan arahan dalam pendampingan dan mengasuhnya. Si anak pun mendapatkan terapi dari psikolog sehingga akan membantu melewati masa traumanya.
Yang menjadi masalah terkadang berasal dari orangtua yang lelah dalam menghadapi anak, sebab mereka menghadapi anak dari bangun tidur, aktivitas siang, menjelang tidur bahkan saat tidur. Saya sungguh sangat memahami orang tua dengan anak yang trauma. Selama saya menjadi guru, sering orang tua menceritakan keluh kesahnya. Sebenarnya mereka sangat lelah dengan perilaku anaknya yang tidak biasa seperti perilaku anak lainnya. saya pernah mengalaminya saat menangani anak model ini, saat itu kami sedang belajar merobek-robek kertas, karena juga ada masalah motorik, si anak sangat kesulitan dan super marahlah dia.
Biasanya secara teori si anak disuruh teknik relaksasi pernapasan perut. Namun kalau dikelas, sebelum itu (relaksasi) ada trik-triknya karena gak mungkin si anak lagi marah dan kita suruh langsung pernapasan. Kecuali si anak sudah terbiasa kita tangani dan ada kepercayaan dari si anak. Dengan cuma pegang tangannya saja dia akan mengikuti gerakan kita yang mengarahkan tuk pernapasan tadi. Oya , napas perut ya,,
Ini hanya contoh kecil yang merupakan pengalaman saya dalam mendampingi anak pasca sunat.ini juga luar biasa lelahnya, sebab dua bocah langsung. Memang sunat ini tidak menimbulkan trauma yang dahsyat seperti pasca kejadian lainnya seperti tindak kekerasan, pelecehan dan peristiwa traumatisnya. Sebab sebelum sunat, anak saya telah mendampat pengetahuan tentang itu, bahwa sunat itu harus didokter bila sakit tahan sedikit nanti dikasih obat dll. Hasilnya mereka sukses melewati proses sunatan. Yang menjadi masalah adalah setelahnya.
Masalah pasca sunatan, sungguh luarbiasa manjanya anak kami. Takut pipis, takut ee/bab, takut dipakaiakan obat di bekas sunatnya dan terakhir takut memakai celana. Ini memang tidak seberapa bila terjadi trauma betulan, mengingat kasus mengerikan yang terjadi pada anak-anak sekolah bahkan TK yang menimbulkan trauma mendalam. Tak terbayang betapa sulitnya menghadapi anak dengan trauma. Bila si psikolog hanya menghadapi anak trauma saat tertentu saja, namun si orangtua menghadapinya setiap waktu dan setiap detik.
Baik si kecil dan orangtua nya harus sehat lahir batin
Mungkin karena itulah si orangtua pun juga perlu ditangani psikolog dan diberikan psikoedukasi. Jangankan menghadapi anak trauma, mengurus orang sakit saja membutuhkan tenaga extra karena kita tidak boleh ikut sakit. Klo sakit juga, gak ada tuh yang ngurus si sakit. Begitu juga mengasuh dan mendampingi anak trauma, jangan sampai si orangtua jadi stress. Kesimpulannya kita orangtua harus sehat lahir batin untuk membantu anak cepat sehat mentalnya. Mensana in korpore sano,,, (istilahnya nyambung gak ya ,, :p
Pernah terdengar obrolan bocah yang sedang membicarakan temannya, bahwa si temannya yg sunat itu sampe takut untuk bab/ee dan ia menahannya. Akhirnya temannya itu seperti bayi lagi, ee nya tanpa permisi lagi tau-tau keluar aja. Kasihan juga si teman itu, dah masalh dengan ketakutannnya ditambah rasa malu. duh gak kebayang rasanya klo seandainya jadi dia.
Berikan kata-kata positif dan motivasi
Kembali ke masalah pasca sunat. Waktu itu saat pipis aja takut,, kita beri motivasi " ayo,, pipis,,cuma sebentar kok,, curr,, cuma ngilu,,". setelahnya kami bilas dengan rivanol,, kami beri arahan dulu klo rivanol itu berbeda dengan air karena ini obat luka rasanya dingin. Setiap mau pipis pasti kami memberi arahan dan motivasi seperti itu. Mau ee pun mereka sangat takut, kami pun memberi arahan lagi, "klo gak segera ee nanti eenya keras, malah sakit. Ayo ee ,, segera,, itu cuma ngilu aja, sebntar." . Saat cebok, mereka sangat ketakutan, takut kena air. kami beri arahan lagi" ceboknya kan dibelakang dan hati2 jadi tidak kena, ayo diam jangan bergerak, cebok hati2"
Beri hadiah refreshing
Masalah lainya adalah saat sudah waktunya pakai celana biasa. Kami selalu mengingatkan kalau itu cuma ngilu aja. Setiap hari dan setiap waktu. Dan kami memberikan janji mengajak jalan-jalan bersenagn senang tapi dengan syarat harus pakai celana. Akhirnya sukses deh melewati masa-masa sulit.
katakan klo kita bersamanya agar ia merasa aman
Tapi gimana kalo mereka trauma karena akibat peristiwa mengerikan. Misalnya saat mau mandi, klo mereka menolak mandi. Beri tahu mereka : " (sebut namanya) ayo mandi,, ini sudah sore. Mama temenin ya,, mandi itu biar sehat,, " " (sebut namanya) mandinya di kamar mandi, ini kan rumah ade,,ada mama. yok,, mandi ya,, biar sehat." .
Minta izin untuk tindakan yang akan dilakukan dengan lembut
Saat dibukakan baju juga harus izin loh. Anakku pasca sunat juga begitu. " ade,, buka celananya ya,, siap.. diem ya,, biar gak kena. Siap..". Tapi untuk kasus yang berat harus penuh kelembutan ya,, jangan bergerak mendadak. Kebetulan saya pernah menangani murid bimbel yang trauma kekerasan. si anak ini harus di intruksikan dengan lembut. Misal: abang,,,(panggilan yagn dia suka) mewarnai bendera ya,, ini krayonnya pegang ya,,, sambil memegang tangannya perlahan dan lembut kemudian membimbing memegang krayon)". Motorik anak ini sangat kaku, saya pun sampai harus mengusap-usap tangannya biar gak kaku.
Kata positif yang simpel dan nyaman
Nah,, setelah proses bersih-bersih 9(mandi)saatnya transfer kalimat positif. Klo saat pasca sunat anakku, setealh lukanya di beri minyak saya transfer kalimat positif mental " wah,,, ini sih udah bagus,,sehat cepet pake celana nih". Klo yang kasus berat bisa dnegan kalimat " wah ini sih tambah sehat aja nih,, habis mandi tuh betulkan jadi seger,,". Habis mandi tuh, beri minyak kayu putih, bedak bayi,, kan aroma bayi tuh. Klo aroma bayi rasanya nyaman kan. Tapi ingat untuk kasus berat memakaikan minyak dan bedak juga harus izin dulu. Sentuhannya juga agak pijat ringannya sambil transfer kalimat positif " ingat ya (sebut namanya) klo sakit gak apa kan diobatin, nanti juga sembuh" . Klo si anak dah beres samapi pakai baju puji dia katakan saja" tuh,, benerkan,,, (sebut namanya) tambah SEHAT SEGER".
Kenapa saya pakai kata SEHAT? saya hanya berandai saja jika saya sebagai posisi si anak, saya lebih nyaman dengan kata sehat. klo cantik, wangi itu berhubungan dengan fisik luar sedangkan sehat lebih terdengar sportif.
Saya juga terinspirasi dari bu bidan, yang menangani persalinan. Waktu itu saya trauma banget, bukan trauma sih klo trauma pasti saya sering pingsan :p, ama yang namanya jahitan. Tiap ia periksa, ia bilang " tuh,, dash bagus,, ya,, bagus, gak apa-apa". padahal saya yakin itu jahitan sepertinya serem bnaget, jalan aja saya takut banget. tapi setelah di periksa dengar kata-kata bagus, itu membuat nyaman.
tulisan ini hanya sekedar berbagi pengalaman saja, klo sedikit saya bahas tentang trauma yang berat, saya hanya membayangkan saja bila sayaa berada pada posisinya. Saya kaitkan dengan pengalaman menangani anak sunat. Untuk trauma berat akibat tindak kekerasan pada balita, saya juga pernah memberikan pendampingan namun karena posisi saya hanya sebagai guru bimbelnya, saya berikan penanganan khusus agar ia terampil dengan emosi dan motoriknya bekal dia masuk TK nanti. Bila terjadi trauma ada baikknya segera menemui ahlinya baik psikolog, dokter, psikiater agar tidak salah dalam penanganannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar